Apa yang Harus Disiapkan Divisi Finance, Warehouse, dan Purchasing Sebelum ERP Go-Live?
Empat minggu menjelang go-live, ruang kerja Pak Arga, IT Director di sebuah perusahaan distribusi nasional, sudah mulai terasa seperti pusat komando sebuah proyek besar. Kalendernya penuh dengan meeting lintas-divisi, mulai dari Finance, Warehouse, sampai Purchasing. Setiap hari ada saja laporan baru yang masuk: data master yang belum rapi, stok gudang yang belum dikonfirmasi ulang, atau workflow persetujuan yang belum disepakati.
Di satu sisi, Pak Arga memahami keresahan tiap departemen. Finance khawatir data saldo awal tidak akan match dengan laporan lama. Warehouse sibuk memastikan stok fisik benar-benar sesuai sebelum cutover. Purchasing gelisah karena PO yang masih outstanding belum seluruhnya ditindaklanjuti. Semua tim ingin go-live berjalan mulus, tetapi masing-masing menghadapi tekanan yang berbeda.
Sebagai IT Director, Pak Arga berada di tengah-tengah semua arus kekhawatiran itu. Baginya, tantangan terbesar menjelang go-live bukan sekadar teknis, tetapi koordinasi manusia dan proses. Ia tahu bahwa hari pertama software ERP aktif hanya bisa berjalan dengan baik jika setiap divisi masuk ke dalamnya dengan data yang bersih, SOP yang jelas, dan mindset yang siap berubah.
Di saat tekanan semakin menumpuk, Pak Arga pun mulai menyadari bahwa kunci keberhasilan go-live bukan terletak pada hari H, tetapi pada persiapan sebelum hari itu tiba. Artikel ini akan membahas apa saja yang wajib disiapkan Finance, Warehouse, dan Purchasing agar transisi menuju sistem ERP baru tidak hanya lancar, tetapi juga memberikan dampak positif sejak hari pertama.

Mengapa Tahap Pra Go-Live Adalah Fase Paling Penting?
Menjelang go-live, banyak perusahaan masih menganggap bahwa fase paling krusial adalah saat sistem akhirnya aktif. Padahal, dari sudut pandang proyek ERP, justru periode sebelum hari H yang menentukan apakah implementasi akan berjalan mulus atau penuh hambatan. Pak Arga memahami hal ini betul. Ia tahu bahwa sistem ERP bukan sekadar software, tetapi fondasi baru bagi seluruh proses bisnis perusahaan.
Di tahap pra go-live, kualitas data dan kesiapan proses menjadi faktor penentu. Jika master data tidak konsisten atau stok fisik belum disesuaikan, sistem ERP akan langsung memproses angka yang keliru. Begitu pula ketika workflow belum jelas atau tim belum terbiasa dengan skenario kerja di sistem baru, maka hari pertama operasional bisa berubah menjadi hari penuh kebingungan. Di titik ini, kesalahan kecil dapat berujung pada keterlambatan pengiriman, invoice yang tertahan, atau laporan keuangan yang tidak akurat.
Selain itu, pra go-live adalah momen terakhir untuk memastikan bahwa proses bisnis yang dilakukan selama bertahun-tahun sudah terselaraskan dengan standar baru yang lebih terstruktur. Untuk perusahaan yang selama ini menjalankan proses secara manual atau semi-digital, perubahan ini bisa terasa besar. Oleh karena itu, koordinasi antar divisi menjadi sangat krusial agar tidak ada area abu-abu yang terlewat.
Pak Arga sering menyampaikan hal ini kepada para manager: “Kalau hari pertama berjalan lancar, itu bukan keajaiban. Itu hasil dari persiapan yang disiplin.” Karena itu, ia menempatkan fase pra go-live sebagai waktu untuk memperkuat pondasi, bukan hanya sekadar mengejar tenggat. Di bagian berikutnya, kita akan melihat lebih detail apa saja yang perlu dibereskan oleh masing-masing divisi sebelum ERP benar-benar dijalankan.
Apa yang Harus Disiapkan Divisi Finance?
Di antara semua divisi, Finance biasanya menjadi pihak yang paling sensitif terhadap akurasi data saat menuju ERP go-live. Tidak heran kalau setiap kali rapat, Pak Arga selalu menemukan tumpukan pertanyaan dari tim Finance, mulai dari kekhawatiran saldo awal yang tidak sesuai sampai proses closing yang berubah total. Baginya, wajar jika Finance lebih waspada, karena kesalahan kecil saja bisa berdampak pada seluruh laporan perusahaan.
Sebelum go-live, salah satu tugas terbesar Finance adalah memastikan bahwa saldo awal yang akan masuk ke sistem baru benar-benar bersih dan akurat. Ini mencakup rekonsiliasi kas, bank, piutang, utang, persediaan, hingga aset tetap. Jika ada outstanding lama atau angka yang tidak pernah direview dengan benar, inilah saat terakhir untuk memperbaikinya. Finance perlu memastikan bahwa apa yang masuk ke ERP adalah cerminan kondisi riil perusahaan, bukan data warisan yang sudah menumpuk masalah.
Selain itu, master data juga perlu dipastikan konsisten. Chart of Accounts harus distandarkan, kode customer dan vendor harus bersih dari duplikasi, dan struktur pelaporan harus mengikuti format yang sudah disepakati dalam blueprint ERP. Bagian ini sering memakan waktu karena banyak perusahaan menjalankan sistem lama tanpa governance data yang rapi. Namun bagi Pak Arga, justru inilah kesempatan emas untuk melakukan “reset data” besar-besaran.
Tak kalah penting, Finance juga harus memastikan bahwa outstanding AR/AP terdokumentasi dengan baik sebelum cutover. Seluruh invoice yang belum dibayar, piutang yang masih terbuka, dan transaksi-transaksi lain yang masih berjalan harus ditinjau ulang. Jika diabaikan, angka saldo awal menjadi tidak akurat dan laporan keuangan bulan pertama dapat langsung bermasalah.
Yang terakhir, Finance perlu memahami dan menyiapkan workflow persetujuan baru, terutama bagi perusahaan yang sebelumnya belum memiliki sistem approval yang disiplin. Dengan ERP, setiap pembelian, pengeluaran kas, atau jurnal koreksi harus mengikuti alur persetujuan yang jelas. Pak Arga sering menekankan bahwa ini bukan sekadar mengikuti aturan sistem, tetapi membangun disiplin kontrol internal yang lebih kuat.
Dengan semua persiapan itu, Finance bukan hanya memastikan kelancaran go-live, tetapi juga membangun fondasi yang akan membuat ERP benar-benar memberikan nilai bagi perusahaan. Dari sini, Pak Arga pun beralih ke tantangan berikutnya: memastikan gudang siap menghadapi hari pertama sistem baru berjalan.
Apa yang Harus Disiapkan Divisi Warehouse?
Jika Finance sibuk dengan ketelitian angka, Warehouse adalah tempat di mana kekacauan paling mudah muncul secara fisik. Menjelang go-live, Pak Arga selalu memberi perhatian ekstra pada divisi ini. Baginya, gudang adalah “jantung operasional,” dan kesalahan kecil di hari pertama bisa langsung berdampak pada pengiriman barang, pelayanan pelanggan, dan arus kas perusahaan.
Salah satu pekerjaan paling krusial sebelum go-live adalah melakukan stock opname final. Warehouse harus memastikan stok fisik benar-benar sesuai dengan catatan sistem lama. Banyak perusahaan tidak menyadari bahwa selisih kecil yang selama ini dianggap biasa dapat menjadi masalah besar begitu ERP aktif. Jika stok yang masuk ke sistem baru tidak akurat, maka seluruh proses downstream seperti picking, packing, hingga penjualan akan terdampak.
Selain itu, Warehouse juga harus memastikan bahwa penamaan dan struktur item sudah konsisten. Di banyak perusahaan, SKU sering kali membingungkan: ada item duplikat, satuan tidak seragam, atau deskripsi yang tidak jelas. ERP membutuhkan data yang distandarisasi, sehingga proses seperti penghitungan nilai persediaan, reorder point, dan pergerakan stok bisa berjalan otomatis dan presisi.
Pak Arga juga terus menekankan pentingnya penetapan lokasi dan bin sebelum go-live. Dengan ERP, setiap pergerakan barang akan tercatat berdasarkan lokasi dan zona tertentu. Jika gudang belum tertata atau lokasi belum didefinisikan dengan jelas, sistem tidak bisa memberikan informasi real-time tentang ketersediaan barang. Warehouse Manager harus memastikan layout gudang tersusun rapi, dan seluruh staf mengetahui di mana barang harus disimpan saat ERP aktif.
Tidak kalah penting, Warehouse harus mempersiapkan SOP untuk penerimaan dan pengeluaran barang di hari pertama. Transaksi seperti goods receipt, transfer antar lokasi, atau pengeluaran barang untuk penjualan akan berubah alurnya. Tim gudang harus memahami kapan harus melakukan scan, bagaimana cara menginput kuantitas, dan kapan harus memanggil supervisor jika terjadi selisih. Pak Arga tahu bahwa kesalahan input sekecil apa pun bisa mengacaukan laporan persediaan.
Di balik semua itu, ada satu hal yang paling dikhawatirkan Pak Arga: kesiapan tim lapangan yang selama ini terbiasa bekerja tanpa sistem digital yang ketat. Karena itu, ia selalu memastikan ada sesi training ulang, simulasi penuh, dan pendampingan ekstra di minggu-minggu terakhir. Dengan persiapan ini, Warehouse dapat memasuki hari go-live tanpa rasa kebingungan, hanya fokus menjalankan operasional dengan ritme baru.
Apa yang Harus Disiapkan Divisi Purchasing?
Di minggu-minggu terakhir sebelum go-live, Purchasing adalah divisi yang paling sering bolak-balik berkomunikasi dengan Pak Arga. Mereka khawatir alur pembelian di sistem baru akan menghambat proses yang selama ini sudah berjalan cepat. Ketika perusahaan bergantung pada ketersediaan barang untuk memenuhi permintaan pelanggan, keterlambatan satu hari saja bisa menimbulkan dampak yang cukup besar.
Salah satu fokus utama Purchasing adalah memastikan data vendor benar-benar bersih. Banyak perusahaan menyimpan daftar vendor yang tidak pernah diperbarui, berisi nama ganda, alamat lama, atau kontak yang sudah tidak aktif. ERP membutuhkan master data yang rapi agar proses seperti PR, PO, hingga GRN dapat berjalan mulus. Pak Arga selalu menekankan bahwa data vendor yang tidak akurat bukan hanya menyulitkan sistem, tetapi juga mengganggu hubungan dengan pemasok.
Selain itu, Purchasing harus meninjau ulang seluruh outstanding PO sebelum cutover. PO yang sudah lama terbuka sering kali terselip, tertunda approval, atau sebenarnya sudah selesai di lapangan tetapi belum diperbarui di sistem. Jika PO seperti ini langsung dimigrasikan ke ERP tanpa review, risiko mismatch dengan penerimaan barang akan meningkat. Karena itu, Pak Arga meminta seluruh Manager Purchasing untuk menutup, membatalkan, atau melanjutkan PO yang masih aktif sebelum ERP mulai berjalan.
Purchasing juga perlu menyesuaikan workflow persetujuan pembelian. Sistem baru mungkin mengharuskan alur approval yang lebih ketat dibanding sistem lama. Hal ini sering menimbulkan kecemasan, terutama dari tim yang terbiasa memproses PO dengan cara cepat atau informal. Di sini, Pak Arga selalu mengingatkan bahwa ERP tidak hanya mengatur proses pembelian, tetapi juga membangun governance dan kontrol internal yang lebih kuat bagi perusahaan.
Yang tidak kalah penting adalah pembaruan terhadap kontrak pembelian dan harga item. Banyak transaksi pembelian bergantung pada kontrak jangka panjang atau daftar harga dengan vendor tertentu. Seluruh informasi ini perlu dipastikan masuk dengan benar ke ERP agar sistem dapat menghitung harga secara otomatis tanpa perlu koreksi manual di kemudian hari.
Pada akhirnya, kesiapan Purchasing bukan hanya soal menjalankan modul Purchasing di ERP. Ini tentang memastikan seluruh keputusan pembelian (mulai dari permintaan hingga penerimaan barang) lebih transparan, terdokumentasi, dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan persiapan yang matang, Pak Arga yakin Purchasing bisa memasuki hari go-live dengan percaya diri, tanpa rasa takut bahwa sistem baru akan menghambat pekerjaan mereka.
Checkpoint Pra Go-Live yang Harus Dilakukan Bersama-sama
Memasuki minggu terakhir sebelum go-live, Pak Arga tahu bahwa keberhasilan ERP bukan hanya ditentukan oleh kesiapan Finance, Warehouse, atau Purchasing secara terpisah. Justru keberhasilan transisi bergantung pada bagaimana semua divisi bergerak serempak, saling memahami peran masing-masing, dan bekerja dalam satu ritme yang sama. Karena itu, ia selalu menyusun sejumlah checkpoint lintas-divisi yang wajib diselesaikan sebelum hari H.
Checkpoint pertama adalah memastikan bahwa seluruh tim sudah menyelesaikan training final. Bagi Pak Arga, training bukan sekadar belajar menekan tombol, tetapi memahami alur proses mulai dari hulu ke hilir. Setiap divisi harus tahu siapa yang memulai transaksi, siapa yang melanjutkan, dan bagaimana data tersebut mengalir ke divisi lain. Tanpa pemahaman ini, ERP hanya akan menjadi sistem baru yang membingungkan.
Setelah training, perusahaan harus melakukan UAT atau simulasi full-cycle. Ini adalah tahap di mana semua proses dijalankan seperti kondisi sebenarnya, lengkap dengan skenario kompleks seperti retur barang, pengiriman mendadak, hingga pembayaran invoice yang tertunda. Tujuannya sederhana: menemukan kesalahan sebelum sistem benar-benar aktif. Pak Arga selalu menekankan bahwa lebih baik menemukan bug sekarang daripada menanganinya di hari pertama operasional.
Checkpoint berikutnya adalah menyusun rencana cutover, yaitu daftar langkah-langkah yang akan dilakukan mulai dari hari terakhir menggunakan sistem lama hingga hari pertama ERP aktif. Rencana ini mencakup siapa yang bertugas menginput saldo awal, kapan stock opname dilakukan, siapa yang bertanggung jawab memeriksa outstanding transaksi, dan kapan akses sistem lama ditutup. Tanpa rencana cutover yang jelas, go-live bisa berubah menjadi hari penuh kepanikan.
Dengan semua checkpoint ini, Pak Arga mulai melihat gambaran yang lebih jelas. Meskipun masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, ia merasa lebih tenang karena perusahaan bergerak semakin siap menuju hari go-live. Setiap divisi mulai menunjukkan kekompakan yang ia harapkan sejak awal, dan itu menjadi pertanda baik bagi langkah besar mereka selanjutnya.
Penutup
Hari go-live akhirnya tiba. Di ruang kerja Pak Arga, suasana terasa berbeda. Tim Finance sudah bersiap dengan laporan saldo awal, Warehouse menuntaskan pengecekan lokasi dan stok terakhir, dan Purchasing memastikan tidak ada PO yang terlewat. Ruangan itu dipenuhi rasa tegang, tetapi juga sedikit optimisme. Setelah berminggu-minggu bekerja keras, mereka akhirnya berada di garis start sistem ERP yang baru.
Ketika tombol aktivasi akhirnya dijalankan, Pak Arga menatap layar monitor sambil menarik napas panjang. Tidak ada alarm panik, tidak ada antrean tiket insiden yang membeludak. Semua divisi mulai menjalankan perannya masing-masing, mengikuti SOP yang telah disepakati. Finance menginput transaksi awal, Warehouse melakukan goods receipt pertama mereka di sistem baru, dan Purchasing mulai menerbitkan PO berdasarkan alur persetujuan yang sudah ditetapkan. Semua berjalan lebih lancar dari yang dibayangkan.
Di momen itu, Pak Arga sadar bahwa keberhasilan go-live bukan karena keberuntungan. Ini adalah hasil dari persiapan yang disiplin, kerja sama lintas-divisi, dan komitmen untuk berubah menjadi perusahaan yang lebih modern dan terintegrasi. ERP bukan hanya alat, tetapi fondasi baru yang membantu perusahaan mengambil keputusan lebih cepat, mengurangi human error, dan meningkatkan efisiensi operasional secara menyeluruh.
Jika Anda sedang dalam fase persiapan ERP atau baru memulai rencana transformasi digital, langkah terbaik adalah memastikan setiap divisi memiliki peran jelas, data yang bersih, dan SOP yang matang. Implementasi ERP bukan proses singkat, tetapi hasilnya dapat mempengaruhi bisnis dalam jangka panjang. Dengan pendampingan yang tepat, perusahaan dapat melewati go-live dengan percaya diri seperti Pak Arga dan timnya.
Untuk membantu persiapan go-live dan memastikan implementasi ERP berjalan sukses, Anda bisa menghubungi tim konsultan Think Tank Solusindo. Kami menyediakan demo gratis ERP seperti SAP S/4HANA, SAP Business One, dan Acumatica untuk membantu perusahaan memahami proses secara menyeluruh sebelum mengambil keputusan.
Mulai Konsultasi dan Jadwalkan Demo Gratis:
- 📱 WhatsApp: +62 857-1434-5189
- 🖱️ Coba Demo Gratis: Klik di sini
- 📨 Email: info@8thinktank.com

FAQ
Apa yang dimaksud dengan pra go-live dalam implementasi ERP?
Pra go-live adalah tahap persiapan sebelum sistem ERP diaktifkan secara penuh. Tahap ini mencakup training, pembersihan data, simulasi proses, hingga penyusunan rencana cutover.
Mengapa data master harus dibersihkan sebelum go-live?
Karena ERP bergantung pada data yang akurat untuk menjalankan proses bisnis. Data yang kotor atau duplikat dapat menyebabkan error, laporan yang tidak akurat, dan proses yang terhambat pada hari pertama.
Apa yang harus disiapkan Finance sebelum ERP aktif?
Finance perlu memastikan saldo awal sudah direkonsiliasi, chart of accounts rapi, outstanding AR/AP diperbarui, dan workflow approval telah disesuaikan dengan proses baru.
Mengapa stock opname penting dilakukan sebelum go-live?
Supaya stok fisik selaras dengan data yang akan dimigrasikan ke ERP. Jika tidak akurat, maka pergerakan barang, nilai inventory, dan pengiriman dapat langsung bermasalah setelah go-live.
Apa saja hal krusial untuk divisi Purchasing sebelum go-live?
Purchasing perlu memastikan data vendor bersih, outstanding PO diperiksa, workflow approval sesuai, dan seluruh kontrak harga sudah diperbarui di sistem.
Apakah semua divisi harus melakukan training ulang sebelum go-live?
Iya. Training memastikan setiap pengguna memahami alur transaksi dan tanggung jawabnya. Tanpa training final, risiko kesalahan pada hari pertama akan sangat tinggi.
Apa itu cutover plan?
Cutover plan adalah panduan langkah demi langkah mengenai apa saja yang dilakukan pada hari-hari menjelang dan sesudah go-live, termasuk siapa yang bertanggung jawab atas input saldo awal, stock opname, dan penutupan sistem lama.
