Bagaimana Cara Menentukan ERP Champion di Perusahaan?
Pak Usman sudah hampir delapan tahun bekerja sebagai IT Manager di sebuah pabrik minuman kaleng yang kapasitas produksinya terus meningkat. Dari sisi teknologi, ia merasa perusahaannya tidak tertinggal. Server sudah rapi, jaringan stabil, dan tim IT cukup solid untuk ukuran manufaktur menengah. Ketika manajemen memutuskan mengimplementasikan ERP, Pak Usman justru termasuk orang yang paling optimistis.
Software ERP diproyeksikan menjadi solusi dari banyak masalah klasik, mulai dari data produksi yang sering berbeda dengan laporan gudang, closing keuangan yang selalu molor, hingga sulitnya melacak biaya per batch produksi. Vendor sudah dipilih, konsultan sudah datang, timeline sudah disepakati. Secara logis, proyek ini seharusnya berjalan mulus.
Namun beberapa bulan setelah kick-off, Pak Usman mulai merasakan sesuatu yang janggal. Setiap keputusan kecil harus menunggu rapat lintas divisi. User produksi merasa ERP terlalu “keuangan”, tim finance mengeluh data operasional tidak disiplin, sementara direksi mulai bertanya mengapa progres terasa lambat padahal biaya terus berjalan. Anehnya, hampir semua mata akhirnya tertuju ke Pak Usman.
Di atas kertas, Pak Usman memang terlihat seperti pilihan paling masuk akal. Ia paham sistem, mengerti alur data, dan terbiasa berurusan dengan vendor ERP. Tapi di lapangan, ia mulai menyadari satu hal yang tidak pernah dibahas di awal proyek. Mengelola ERP ternyata bukan sekadar soal teknologi, melainkan soal menggerakkan manusia, proses, dan kepentingan lintas divisi.
Di titik inilah banyak perusahaan, termasuk tempat Pak Usman bekerja, tanpa sadar melakukan kesalahan krusial. Mereka sudah memilih software yang tepat, konsultan yang berpengalaman, bahkan anggaran yang cukup. Namun satu peran penting belum benar-benar didefinisikan dengan matang, yaitu siapa yang seharusnya menjadi ERP Champion di dalam perusahaan.

Masalah yang Sering Terjadi: ERP Dipandang Sekadar Proyek IT
Ketika tekanan mulai datang dari berbagai arah, Pak Usman baru menyadari satu pola yang diam-diam terbentuk sejak awal proyek. ERP di perusahaannya diperlakukan sebagai proyek IT, bukan sebagai inisiatif transformasi bisnis. Karena label “sistem” melekat kuat, maka setiap hambatan, keterlambatan, dan ketidaksempurnaan otomatis jatuh ke meja tim IT.
Di ruang rapat, keluhan yang muncul pun terdengar familiar. Tim produksi merasa alur kerja mereka dipaksa menyesuaikan sistem. Finance mengeluhkan data yang belum rapi dan sulit ditarik untuk laporan manajemen. Manajemen puncak bertanya mengapa ERP yang mahal ini belum terasa dampaknya. Semua pertanyaan itu, cepat atau lambat, berujung pada satu nama: Pak Usman.
Padahal, banyak persoalan yang muncul bukan berasal dari sisi teknis. Ada proses bisnis yang belum disepakati antar divisi, ada aturan kerja yang masih longgar, dan ada kebiasaan lama yang enggan berubah. Namun karena tidak ada figur internal yang secara jelas memimpin perubahan tersebut, sistem menjadi sasaran empuk untuk disalahkan, dan IT menjadi tameng utama.
Situasi ini semakin rumit ketika setiap keputusan harus menunggu persetujuan lintas fungsi. Pak Usman tidak punya kewenangan untuk memutuskan perubahan proses di produksi atau cara pencatatan di finance. Di sisi lain, direksi berharap ada satu figur yang bisa mendorong semua divisi bergerak seirama. Sayangnya, harapan itu tidak pernah diterjemahkan menjadi peran dan mandat yang jelas.
Di sinilah banyak perusahaan terjebak. Mereka menunjuk IT Manager sebagai penanggung jawab ERP, tetapi tanpa memberikan otoritas, dukungan, dan peran strategis yang sepadan. Akibatnya, ERP berjalan setengah hati. Secara teknis hidup, tetapi secara bisnis tidak pernah benar-benar diadopsi.
Masalah ini bukan karena Pak Usman tidak kompeten. Justru sebaliknya, ia terjebak dalam ekspektasi yang keliru. Perusahaan mengharapkan perubahan besar, tetapi lupa menyiapkan sosok yang secara khusus bertugas menjadi jembatan antara sistem, proses bisnis, dan manusia yang menjalankannya.
Kesalahan Umum: Menunjuk ERP Champion Tanpa Mendefinisikan Perannya
Tanpa pernah diumumkan secara resmi, Pak Usman perlahan diperlakukan sebagai ERP Champion. Setiap pertanyaan tentang sistem, setiap permintaan perubahan, hingga setiap konflik antar divisi yang melibatkan ERP, semuanya mengalir ke meja kerjanya. Masalahnya, tidak ada satu pun kesepakatan tentang apa sebenarnya peran tersebut.
Di mata manajemen, Pak Usman dianggap sebagai penggerak utama ERP. Namun di level operasional, ia tetap dipandang sebagai IT Manager yang tugasnya memastikan sistem berjalan normal. Dua ekspektasi ini bertabrakan. Ia diharapkan mendorong perubahan cara kerja, tetapi tidak diberi mandat untuk mengubah proses bisnis lintas divisi.
Kesalahan paling umum di banyak perusahaan adalah mengira ERP Champion cukup ditunjuk berdasarkan jabatan. Selama seseorang berada di posisi IT, finance, atau project manager, peran itu dianggap otomatis melekat. Padahal, ERP Champion bukan sekadar koordinator proyek atau penghubung dengan vendor. Peran ini menuntut kepemilikan penuh terhadap keberhasilan adopsi sistem di seluruh organisasi.
Akibatnya, Pak Usman sering berada di posisi serba salah. Ketika user menolak mengikuti alur ERP, ia tidak bisa memaksa. Ketika konsultan meminta keputusan proses, ia tidak berani melangkahi kepala divisi lain. Namun ketika progres melambat, ia tetap menjadi pihak yang dimintai pertanggungjawaban.
Kesalahan berikutnya adalah menganggap ERP Champion hanya dibutuhkan selama fase implementasi. Begitu sistem dinyatakan go-live, fokus manajemen berpindah ke operasional harian. Tidak ada lagi forum rutin, tidak ada lagi evaluasi adopsi, dan tidak ada figur yang memastikan sistem benar-benar digunakan sesuai tujuan awal. ERP akhirnya berjalan, tetapi tidak berkembang.
Tanpa definisi peran yang jelas, ERP Champion berubah menjadi “jabatan bayangan”. Tanggung jawabnya besar, tetapi kewenangannya minim. Beban ekspektasi tinggi, tetapi dukungan organisasi rendah. Dalam kondisi seperti ini, kegagalan ERP hampir selalu hanya soal waktu.
Apa Itu ERP Champion dan Mengapa Perannya Krusial?
Di tengah kebingungan peran dan ekspektasi yang menumpuk, Pak Usman mulai menyadari bahwa masalah utama proyek ERP di perusahaannya bukan pada fitur sistem atau kualitas konsultan. Masalahnya ada pada satu pertanyaan mendasar yang tidak pernah benar-benar dijawab sejak awal, yaitu siapa yang bertanggung jawab memastikan ERP benar-benar bekerja untuk bisnis.
ERP Champion bukanlah jabatan formal di struktur organisasi. Ia juga bukan sekadar project manager internal atau “perpanjangan tangan” vendor. ERP Champion adalah figur internal yang memiliki kepemilikan penuh terhadap keberhasilan ERP sebagai alat bisnis, bukan hanya sebagai sistem IT.
Dalam praktiknya, ERP Champion berperan sebagai jembatan. Ia menjembatani kebutuhan bisnis dengan kemampuan sistem, menjembatani bahasa user dengan bahasa teknis, serta menjembatani kepentingan antar divisi yang sering kali berjalan sendiri-sendiri. Tanpa peran ini, ERP mudah terjebak menjadi sekadar alat pencatatan, bukan alat pengambilan keputusan.
Yang sering terlewat, ERP Champion tidak harus menjadi orang yang paling paham teknis. Ia justru harus cukup memahami proses bisnis end-to-end, mulai dari hulu hingga hilir, dan mampu melihat dampak perubahan di satu fungsi terhadap fungsi lain. Di sinilah banyak IT Manager seperti Pak Usman merasa terjebak, karena ekspektasi yang dibebankan tidak sejalan dengan mandat yang diberikan.
Lebih jauh lagi, ERP Champion adalah penggerak perubahan. Ia bukan hanya menjawab pertanyaan “bagaimana sistem bekerja”, tetapi juga “mengapa cara kerja harus berubah”. Peran ini menuntut kemampuan komunikasi, keberanian mengambil keputusan, dan dukungan nyata dari manajemen puncak.
Ketika peran ERP Champion didefinisikan dengan jelas, arah proyek pun berubah. ERP tidak lagi dipandang sebagai proyek IT, melainkan sebagai inisiatif bisnis yang dipimpin dari dalam. Dan di titik inilah, posisi Pak Usman seharusnya tidak lagi menjadi sasaran tudingan, melainkan bagian dari struktur perubahan yang lebih sehat.
Kriteria ERP Champion yang Tepat di Perusahaan
Setelah memahami bahwa ERP Champion bukan sekadar peran tambahan, pertanyaan berikutnya menjadi jauh lebih penting. Jika bukan hanya soal jabatan atau kemampuan teknis, lalu seperti apa sebenarnya sosok ERP Champion yang tepat? Di titik ini, Pak Usman mulai menyadari bahwa banyak ekspektasi yang selama ini diarahkan kepadanya seharusnya dibagi dan didefinisikan dengan lebih sehat.
- Pemahaman proses bisnis secara end-to-end
ERP Champion harus mengerti bagaimana data mengalir dari produksi, gudang, purchasing, hingga finance dan manajemen. Ia tidak harus menguasai detail operasional setiap divisi, tetapi cukup memahami keterkaitan antar proses agar setiap keputusan sistem tidak menciptakan masalah baru di bagian lain. - ERP Champion perlu memiliki pengaruh lintas divisi
Tanpa otoritas formal atau dukungan manajemen, peran ini akan lumpuh sejak awal. ERP Champion harus mampu mengajak, menengahi, dan dalam kondisi tertentu mendorong perubahan cara kerja, bahkan ketika hal tersebut tidak populer. Inilah perbedaan utama antara koordinator proyek dan pemimpin perubahan. - Punya kemampuan komunikasi yang kuat
ERP Champion harus bisa menerjemahkan kebutuhan bisnis ke dalam bahasa sistem, sekaligus menjelaskan keterbatasan sistem dengan cara yang dapat diterima user. Dalam banyak kasus, konflik ERP bukan soal fitur, melainkan soal miskomunikasi yang dibiarkan berlarut-larut. - ERP Champion harus memiliki rasa kepemilikan yang jelas
Ia tidak hanya mengejar go-live, tetapi memastikan sistem benar-benar digunakan, dievaluasi, dan terus diperbaiki. ERP Champion yang baik akan tetap aktif setelah implementasi selesai, menjaga disiplin penggunaan, dan mendorong pemanfaatan ERP untuk pengambilan keputusan. - Butuhkan bandwidth yang realistis
Ini sering diabaikan. Menjadikan seseorang ERP Champion tanpa mengurangi beban kerja hariannya hanya akan menciptakan kelelahan dan frustrasi. Peran ini membutuhkan waktu, fokus, dan ruang untuk berpikir strategis, bukan sekadar mengatur jadwal meeting.
Jika kriteria ini tidak dipenuhi, maka apa pun jabatannya, ERP Champion hanya akan menjadi simbol. Dan seperti yang dialami Pak Usman, simbol tanpa mandat hanya akan menjadi sasaran empuk ketika ekspektasi tidak tercapai.
Siapa yang Paling Ideal Menjadi ERP Champion?
Setelah memahami kriteria ERP Champion, Pak Usman mulai melihat situasi di perusahaannya dengan sudut pandang baru. Masalahnya bukan semata-mata siapa yang ditunjuk, tetapi apakah orang tersebut benar-benar memenuhi kebutuhan peran yang diharapkan. Di sinilah banyak perusahaan perlu jujur pada kondisi organisasinya sendiri.
Di banyak perusahaan manufaktur, IT Manager sering menjadi pilihan pertama. Alasannya masuk akal, mereka paling paham sistem dan terbiasa berkoordinasi dengan vendor. Namun seperti yang dialami Pak Usman, tantangannya muncul ketika peran ini tidak disertai mandat bisnis. Tanpa dukungan manajemen dan kewenangan lintas divisi, IT Manager berisiko menjadi “penjaga sistem”, bukan pemimpin transformasi.
Pilihan berikutnya yang cukup umum adalah Head of Finance atau Finance Director. Posisi ini biasanya memiliki pemahaman kuat terhadap data, kontrol, dan dampak bisnis ERP. Keunggulannya, finance cenderung disiplin dan terbiasa dengan struktur. Namun risikonya, ERP bisa terlalu dipersepsikan sebagai alat pelaporan keuangan, sementara kebutuhan operasional di lapangan merasa kurang terwakili.
Pada perusahaan dengan kompleksitas operasional tinggi, COO atau Operational Manager sering menjadi kandidat yang sangat kuat. Mereka memahami proses end-to-end dan memiliki otoritas langsung terhadap banyak fungsi. Tantangannya ada pada waktu dan fokus. Jika tidak ada komitmen khusus, peran ERP Champion mudah tenggelam di tengah tuntutan operasional harian.
Beberapa perusahaan yang lebih matang menunjuk Project Manager internal khusus untuk transformasi digital atau ERP. Ini sering menjadi opsi ideal karena perannya memang dirancang untuk lintas fungsi. Namun pendekatan ini menuntut kesiapan organisasi, termasuk kejelasan struktur, dukungan direksi, dan budaya kolaborasi yang cukup kuat.
Dari pengalaman seperti yang dialami Pak Usman, satu kesimpulan penting mulai terlihat. ERP Champion terbaik bukan selalu orang paling pintar atau paling senior, tetapi orang yang diberi mandat jelas, didukung manajemen, dan memiliki ruang untuk menjalankan peran tersebut. Tanpa tiga hal ini, siapa pun yang ditunjuk hanya akan mengulang pola masalah yang sama.
Kesimpulan
Di akhir fase implementasi ERP, Pak Usman menyadari satu hal penting. ERP tidak pernah benar-benar gagal karena sistemnya. Kegagalan sering kali terjadi karena perusahaan tidak menyiapkan peran internal yang mampu menjaga arah, ritme, dan komitmen perubahan. Dalam banyak kasus, sosok itu diharapkan muncul dengan sendirinya, padahal seharusnya dibentuk dan didukung sejak awal.
Menentukan ERP Champion bukan soal menunjuk siapa yang paling paham teknologi atau siapa yang paling senior di struktur organisasi. Ini adalah keputusan strategis yang menentukan apakah ERP akan menjadi alat bantu operasional semata atau benar-benar menjadi fondasi pengambilan keputusan bisnis. Tanpa peran ini, ERP mudah kehilangan arah begitu konsultan pergi dan proyek dinyatakan selesai.
Pengalaman Pak Usman juga menunjukkan bahwa beban ERP Champion tidak boleh diletakkan di satu pundak tanpa mandat yang jelas. Peran ini membutuhkan dukungan manajemen, kejelasan kewenangan, dan ruang untuk berfokus pada adopsi, bukan sekadar menjaga sistem tetap hidup. Tanpa itu, ERP Champion hanya akan menjadi simbol, bukan penggerak perubahan.
Bagi praktisi bisnis yang sedang atau akan menjalankan implementasi ERP, pertanyaan yang perlu diajukan bukan hanya “software apa yang kita pilih”, tetapi juga “siapa yang akan memastikan sistem ini benar-benar bekerja untuk bisnis”. Jawaban dari pertanyaan kedua inilah yang sering menentukan keberhasilan jangka panjang ERP di perusahaan.
Pada akhirnya, ERP adalah alat. Yang membuatnya bernilai adalah manusia di baliknya, terutama mereka yang dipercaya untuk memimpin perubahan dari dalam. Dan di titik inilah, peran ERP Champion seharusnya tidak lagi dianggap sebagai tambahan, melainkan sebagai kunci.
Jika pengalaman Pak Usman terasa dekat dengan situasi di perusahaan Anda, bisa jadi tantangannya bukan pada pilihan ERP, melainkan pada kesiapan internal dalam mengelola perubahan. Menentukan ERP Champion sejak awal, lengkap dengan mandat dan dukungan yang jelas, sering kali menjadi pembeda antara implementasi yang sekadar go-live dan implementasi yang benar-benar memberi dampak bisnis.
Bagi perusahaan yang sedang mempertimbangkan atau sedang menjalankan implementasi ERP, diskusi dengan konsultan yang memahami sisi teknis sekaligus dinamika organisasi dapat membantu menghindari kesalahan yang sama. Pendekatan yang tepat sejak awal akan mempermudah penentuan peran, struktur tim, dan ekspektasi yang realistis.
Jika Anda ingin berdiskusi lebih lanjut mengenai kesiapan organisasi, peran ERP Champion, atau implementasi ERP yang selaras dengan proses bisnis, tim konsultan Think Tank Solusindo siap membantu. Anda dapat menjadwalkan sesi diskusi atau demo gratis solusi ERP yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan Anda.
📩 Hubungi Kami Sekarang
- 📱 WhatsApp: +62 857-1434-5189
- 🖱️ Coba Demo Gratis: Klik di sini
- 📨 Email: info@8thinktank.com

FAQ: Seputar ERP Champion di Perusahaan
Apakah ERP Champion harus berasal dari divisi IT?
Tidak harus. ERP Champion idealnya memahami proses bisnis end-to-end dan memiliki pengaruh lintas divisi. Di banyak kasus, IT Manager memang sering ditunjuk, tetapi tanpa mandat bisnis yang jelas, peran ini sulit berjalan efektif. ERP Champion bisa berasal dari finance, operasional, atau peran lintas fungsi, selama memenuhi kriteria yang dibutuhkan.
Apakah ERP Champion sama dengan Project Manager ERP?
Tidak sepenuhnya. Project Manager fokus pada timeline, scope, dan koordinasi proyek. ERP Champion memiliki peran yang lebih strategis, yaitu memastikan ERP benar-benar diadopsi, digunakan, dan memberi dampak bisnis jangka panjang, bahkan setelah proyek dinyatakan selesai.
Kapan waktu terbaik menentukan ERP Champion?
Sejak awal, bahkan sebelum implementasi dimulai. ERP Champion sebaiknya terlibat sejak fase pemilihan ERP, penyelarasan proses bisnis, hingga pasca go-live. Menentukan peran ini terlalu terlambat sering kali membuat ERP kehilangan arah sejak awal.
Apakah satu perusahaan boleh memiliki lebih dari satu ERP Champion?
Boleh, terutama di perusahaan besar atau kompleks. Biasanya ada satu ERP Champion utama di level strategis, didukung oleh champion di masing-masing fungsi atau divisi. Yang terpenting adalah kejelasan peran dan alur pengambilan keputusan.
Apa risiko terbesar jika ERP Champion tidak didefinisikan dengan jelas?
ERP berisiko diperlakukan hanya sebagai proyek IT. User enggan berubah, keputusan lambat, konflik antar divisi meningkat, dan sistem tidak dimanfaatkan secara optimal. Dalam jangka panjang, investasi ERP menjadi tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh.
