
Menjawab Tantangan Industri dengan Strategi Make to Order
Pak Adi, pemilik sebuah pabrik furnitur di Jepara, pernah mengalami masa-masa yang membuatnya nyaris menyerah. Pada awal tahun 2022, ia memutuskan untuk memproduksi ratusan set meja makan bergaya klasik Eropa—sesuatu yang saat itu tampak seperti tren yang sedang naik daun. Ia yakin pasar akan menyerap habis produknya.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Tren berubah begitu cepat, pembeli kini lebih menyukai desain minimalis dan fungsional. Gudangnya pun mulai sesak oleh barang-barang yang tak kunjung terjual. Biaya penyimpanan membengkak, dan modalnya tertahan dalam bentuk stok mati. “Kalau saja saya tahu tren akan bergeser secepat ini,” keluh Pak Adi, “mungkin saya akan memilih cara produksi yang berbeda.”
Kejadian seperti ini bukan hal asing di dunia manufaktur. Dalam lingkungan pasar yang semakin dinamis, pendekatan produksi konvensional seperti make to stock—di mana barang diproduksi sebelum ada permintaan—menjadi semakin berisiko. Apa jadinya jika permintaan tak sesuai prediksi? Produk bisa menjadi usang bahkan sebelum sempat dipasarkan.
Di tengah kegelisahannya, Pak Adi mulai mendengar tentang strategi produksi yang berbeda: make to order (MTO). Sebuah pendekatan yang tidak mengandalkan ramalan, tetapi benar-benar dimulai dari pesanan nyata pelanggan. MTO bukan sekadar strategi produksi—ia adalah cara pandang baru dalam melayani pasar yang cepat berubah.
Daftar Isi

Memahami Konsep Make to Order (MTO)
Setelah mengalami kerugian akibat menumpuknya stok yang tak laku, Pak Adi mulai mempelajari berbagai pendekatan produksi. Ia menemukan satu model yang cukup menarik: make to order. Bukan hanya terdengar berbeda, konsep ini juga menawarkan cara kerja yang terasa lebih aman dan adaptif untuk bisnisnya.
Secara sederhana, make to order (MTO) adalah sistem produksi yang dimulai hanya setelah ada pesanan dari pelanggan. Artinya, tidak ada barang yang dibuat lebih dulu dan menunggu pembeli. Produksi hanya terjadi jika permintaan itu nyata. Konsep ini sangat kontras dengan make to stock (MTS), di mana perusahaan memproduksi barang dalam jumlah besar berdasarkan prediksi pasar, lalu menyimpannya dalam gudang.
Model MTO sangat cocok untuk produk-produk yang kompleks, bernilai tinggi, atau membutuhkan personalisasi tinggi. Misalnya, di industri otomotif, pelanggan bisa memesan mobil dengan spesifikasi khusus. Di industri fashion, pembeli bisa memesan pakaian dengan ukuran dan warna tertentu. Bahkan di sektor teknologi, perusahaan seperti Dell pernah populer dengan model build-to-order yang memungkinkan pelanggan memilih komponen PC sesuai kebutuhan mereka.
Namun, MTO bukan sekadar tentang memenuhi permintaan unik. Di baliknya, terdapat filosofi produksi yang lebih efisien, lebih hemat sumber daya, dan lebih berorientasi pada kepuasan pelanggan. Dalam kasus Pak Adi, konsep ini membuka peluang untuk memproduksi furnitur sesuai pesanan, sesuai tren yang sedang berjalan, dan menghindari risiko barang tidak laku.
Model ini mulai banyak diadopsi oleh perusahaan-perusahaan yang ingin lebih lincah merespons dinamika pasar. Tapi, seperti apa keuntungan nyata dari MTO? Mari kita lanjut ke bagian berikutnya.
Keuntungan Strategi Make to Order (MTO)
Beralih ke sistem make to order ternyata menjadi titik balik bagi bisnis Pak Adi. Ia tak lagi memproduksi furnitur dalam jumlah besar yang belum tentu terjual. Kini, setiap meja makan, lemari, atau rak buku yang keluar dari pabriknya adalah pesanan spesifik dari pelanggan, dengan desain, ukuran, dan material yang mereka pilih sendiri. Perlahan tapi pasti, margin keuntungan mulai meningkat, dan ruang gudang tidak lagi dipenuhi barang yang tak bergerak.
Inilah kekuatan utama dari strategi MTO—efisiensi. Karena produksi baru dimulai setelah ada pesanan, perusahaan tak perlu mengalokasikan modal besar untuk stok barang. Ini sangat membantu menjaga arus kas tetap sehat, terutama bagi pelaku usaha kecil dan menengah.
Keuntungan berikutnya adalah minimnya risiko kelebihan stok dan kerugian akibat perubahan tren pasar. Dalam model MTS, produk yang tak terjual bisa menjadi beban, baik dari sisi penyimpanan maupun depresiasi nilai. Sementara pada MTO, produksi yang lebih responsif membuat perusahaan hanya membuat apa yang benar-benar dibutuhkan pelanggan.
Selain itu, MTO memberikan fleksibilitas dan personalisasi yang tinggi. Pelanggan merasa lebih dihargai karena mereka bisa menentukan produk sesuai keinginan. Ini bukan hanya soal fungsi, tapi juga menyentuh aspek emosional dalam pembelian. Semakin tinggi nilai personalisasi, semakin tinggi pula potensi loyalitas pelanggan.
Contohnya bisa dilihat pada Dell Technologies. Perusahaan ini dikenal luas karena pernah mengadopsi model build-to-order, di mana pelanggan bisa merakit PC mereka sendiri secara online. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan kepuasan pelanggan, tetapi juga memungkinkan Dell meminimalkan biaya inventaris dan produksi yang tidak perlu.
Melalui strategi MTO, perusahaan seperti milik Pak Adi bisa lebih terkoneksi dengan kebutuhan pelanggan yang nyata—bukan sekadar spekulasi pasar. Namun tentu saja, strategi ini juga punya tantangan yang tidak bisa diabaikan. Apa saja tantangan tersebut? Mari kita bahas di bagian selanjutnya.
Tantangan dalam Implementasi Make to Order
Meski strategi make to order memberikan banyak keuntungan, Pak Adi juga menyadari bahwa tidak semuanya berjalan mulus. Ia pernah mendapat komplain dari pelanggan karena waktu tunggu yang dianggap terlalu lama. Proses produksi yang baru dimulai setelah pesanan diterima memang membuat pelanggan harus lebih sabar, apalagi jika pesanan bersifat kustom dan kompleks.
Inilah salah satu tantangan utama dalam MTO: lead time yang lebih panjang. Karena produk tidak tersedia langsung, proses produksi harus dilakukan dari awal setiap kali ada pesanan masuk. Untuk industri dengan pelanggan yang menginginkan kecepatan, ini bisa menjadi hambatan.
Selain itu, sistem MTO sangat bergantung pada ketersediaan bahan baku secara real-time. Jika bahan atau komponen yang dibutuhkan tidak tersedia, proses produksi bisa tertunda, dan itu akan memengaruhi jadwal pengiriman. Hal ini menuntut perusahaan untuk memiliki supply chain management yang tangguh dan responsif.
Dalam skala besar, tantangan MTO juga menyangkut kompleksitas manajemen produksi. Ketika pesanan masuk dalam jumlah banyak dan semuanya berbeda-beda, dibutuhkan sistem perencanaan produksi yang canggih untuk mengatur alur kerja, kapasitas mesin, dan tenaga kerja secara efisien. Tanpa dukungan teknologi dan koordinasi antar tim yang solid, potensi bottleneck bisa terjadi kapan saja.
Ambil contoh Boeing, salah satu pelaku industri pesawat terbang dengan sistem produksi berbasis pesanan. Meski mereka unggul dalam teknologi dan presisi, proses produksi pesawat bisa memakan waktu berbulan-bulan bahkan tahunan—dan setiap keterlambatan bisa berdampak besar, baik dari sisi biaya maupun reputasi.
Pak Adi pun belajar dari pengalaman. Ia mulai mengatur ekspektasi pelanggan sejak awal, menyediakan estimasi waktu yang realistis, dan menjalin kerja sama erat dengan pemasok bahan baku. Tantangan-tantangan tersebut tidak serta-merta menghalangi strategi MTO, tapi justru menjadi alasan untuk memperkuat fondasi operasional perusahaan.
Maka pertanyaannya sekarang: bagaimana cara menyiasati tantangan tersebut dan memastikan implementasi MTO berjalan lancar? Jawabannya ada di bagian berikut.
Strategi Sukses Menerapkan Make to Order (MTO)
Mengetahui tantangan yang ada, Pak Adi sadar bahwa menjalankan MTO bukan sekadar mengubah cara produksi, tapi juga menata ulang sistem bisnis secara keseluruhan. Ia mulai menerapkan beberapa strategi kunci yang terbukti membantu memperlancar proses dan meningkatkan kepuasan pelanggan.
Langkah pertama adalah mengintegrasikan sistem ERP (Enterprise Resource Planning). Dengan software ERP, Pak Adi bisa memantau status pesanan, stok bahan baku, jadwal produksi, hingga pengiriman secara real-time. Hal ini membuat alur kerja jadi lebih transparan dan mudah dikoordinasikan antar departemen. Sistem seperti SAP Business One atau Acumatica menjadi andalan banyak industri MTO karena mampu mengelola proses kompleks secara efisien.
Strategi kedua adalah mengelola hubungan yang erat dengan pemasok. Dalam MTO, ketersediaan bahan baku sangat krusial. Pak Adi membangun kontrak fleksibel dengan pemasok lokal dan menjaga komunikasi terbuka agar suplai bisa datang tepat waktu sesuai kebutuhan. Ia juga menyiapkan alternatif pemasok untuk menghindari keterlambatan akibat gangguan pasokan.
Selanjutnya, penting juga untuk mengelola ekspektasi pelanggan sejak awal. Pak Adi selalu memberikan estimasi waktu pengerjaan yang jujur dan realistis, serta rutin menginformasikan progres produksi kepada pelanggan. Ini menciptakan rasa kepercayaan dan mengurangi keluhan akibat ketidaktahuan.
Tak kalah penting, Pak Adi juga mulai menerapkan prinsip produksi modular—di mana beberapa komponen standar dipersiapkan terlebih dahulu, lalu dirakit atau disesuaikan saat pesanan datang. Strategi ini membantu mempercepat proses produksi tanpa kehilangan fleksibilitas MTO.
Dengan pendekatan yang tepat, strategi MTO tidak hanya menjadi solusi untuk menghindari kelebihan stok, tetapi juga bisa menjadi keunggulan kompetitif yang membedakan bisnis dari para pesaing. Dan yang terpenting: pelanggan merasa bahwa produk yang mereka dapatkan benar-benar dibuat khusus untuk mereka.
MTO sebagai Solusi untuk Industri Modern
Di tengah tekanan globalisasi, fluktuasi permintaan pasar, dan semakin tingginya ekspektasi konsumen, industri modern dituntut untuk lebih lincah dan responsif. Dalam konteks inilah make to order menjadi bukan sekadar pilihan taktis, melainkan solusi strategis jangka panjang.
Model MTO sangat relevan dengan karakter industri saat ini yang cenderung bergerak menuju produksi berbasis permintaan (demand-driven manufacturing). Pelanggan masa kini tak lagi puas dengan produk massal seragam—mereka menginginkan personalisasi, kecepatan respons, dan transparansi dalam proses produksi. Di sinilah MTO mampu menjawab tantangan tersebut.
Bukan hanya di industri furnitur seperti bisnis Pak Adi. Model MTO kini juga diadopsi luas di sektor-sektor seperti otomotif, elektronik, makanan dan minuman khusus, hingga konstruksi modular. Bahkan di era digital, bisnis jasa seperti percetakan, pakaian custom, atau manufaktur 3D printing semakin mengandalkan model MTO untuk memberikan pengalaman yang unik bagi pelanggannya.
Dengan didukung sistem digital, integrasi supply chain, dan otomasi, perusahaan mampu menjalankan MTO dengan efisien dan tetap menjaga profitabilitas. Transformasi ini juga mendorong model bisnis baru yang lebih ramah lingkungan, karena meminimalkan limbah produksi dan menghindari overproduction yang selama ini menjadi masalah besar dalam industri manufaktur.
Pak Adi adalah satu dari sekian banyak contoh pebisnis yang berhasil beradaptasi dengan pendekatan ini. Bukan karena ia mengikuti tren, tapi karena ia memahami bahwa di masa depan, kekuatan bisnis bukan terletak pada seberapa banyak yang bisa diproduksi, melainkan seberapa tepat dan relevan produk itu untuk setiap pelanggan.
Kesimpulan: Bergerak Lebih Dekat dengan Pelanggan melalui MTO
Perjalanan Pak Adi dari pengusaha furnitur yang dirundung kerugian hingga mampu bangkit dengan strategi make to order menjadi cerminan nyata bagaimana adaptasi model bisnis bisa menentukan arah masa depan perusahaan. Di tengah pasar yang terus berubah dan pelanggan yang semakin menuntut personalisasi, MTO bukan hanya menyelesaikan masalah stok—ia membentuk hubungan yang lebih erat antara produsen dan konsumen.
Memang, MTO bukan tanpa tantangan. Namun dengan sistem yang tepat, dukungan teknologi seperti ERP, dan strategi komunikasi yang jujur terhadap pelanggan dan pemasok, model ini bisa menjadi fondasi pertumbuhan yang berkelanjutan. Terutama bagi industri modern yang bergerak cepat, strategi berbasis permintaan ini mampu meningkatkan efisiensi, mengurangi limbah, dan menciptakan nilai tambah yang lebih besar di mata pelanggan.
Kini giliran Anda untuk mengevaluasi: apakah bisnis Anda masih relevan dengan pendekatan produksi massal? Ataukah sudah saatnya bertransformasi dengan sistem produksi yang lebih adaptif seperti make to order?
🎯 Ingin tahu bagaimana sistem ERP seperti SAP Business One dan Acumatica dapat membantu bisnis Anda menjalankan model MTO dengan lebih efisien?
📞 Tim konsultan dari Think Tank Solusindo siap membantu Anda merancang alur kerja yang sesuai dengan kebutuhan industri Anda.
🚀 Coba Demo Gratis Sekarang!
- 🖱️ Coba Demo Gratis: Klik di sini
- 📨 Email: info@8thinktank.com
- 📱 WhatsApp: +62 857-1434-5189
