corrective maintenance

Corrective Maintenance: Pengertian, Jenis, Proses, Contoh, dan Tips Efektifnya

Dalam dunia industri dan manajemen aset, perawatan atau maintenance menjadi salah satu elemen kunci dalam menjaga kelangsungan operasional sebuah perusahaan. Setiap peralatan atau mesin yang digunakan dalam proses bisnis tentu memiliki risiko mengalami kerusakan atau gangguan. Oleh karena itu, diperlukan strategi maintenance yang tepat untuk memastikan produktivitas perusahaan tetap optimal.

Salah satu strategi perawatan yang sering diterapkan dalam berbagai sektor industri adalah corrective maintenance. Istilah ini merujuk pada tindakan perawatan atau perbaikan yang dilakukan setelah terjadinya kerusakan atau kegagalan pada aset atau peralatan tertentu. Corrective maintenance berfokus pada penanganan masalah secara langsung agar peralatan yang bermasalah dapat segera berfungsi kembali seperti semula.

Praktik corrective maintenance umumnya digunakan ketika suatu kerusakan tidak dapat diprediksi sebelumnya, atau ketika biaya preventif dirasa tidak sebanding dengan tingkat risiko kerusakan yang ada. Meskipun corrective maintenance sering dianggap sebagai metode reaktif, penerapannya tetap memiliki peranan penting, terutama dalam sistem manajemen perawatan yang mengedepankan efisiensi biaya dan efektivitas operasional.

Untuk memahami lebih jauh tentang apa itu corrective maintenance, jenis-jenisnya, proses pelaksanaannya, hingga kelebihan dan tantangannya, berikut ulasan lengkap yang perlu Anda ketahui.

Pengertian Corrective Maintenance

Corrective maintenance adalah jenis perawatan atau tindakan perbaikan yang dilakukan setelah suatu aset, mesin, atau peralatan mengalami kerusakan atau kegagalan fungsi. Dalam praktiknya, corrective maintenance berfokus pada pemulihan kondisi operasional aset agar dapat kembali bekerja sesuai dengan standar atau fungsinya semula.

Secara terminologi, corrective maintenance sering disebut juga sebagai breakdown maintenance atau reactive maintenance, karena tindakan perbaikannya baru dilakukan setelah munculnya indikasi kerusakan atau malfungsi. Berbeda dengan preventive maintenance yang dilakukan secara berkala untuk mencegah kerusakan, corrective maintenance justru bersifat responsif terhadap masalah yang sudah terjadi.

Corrective maintenance biasanya melibatkan serangkaian proses identifikasi sumber kerusakan, analisis penyebab, perbaikan komponen, hingga pengujian ulang untuk memastikan aset kembali beroperasi secara optimal. Penerapan metode ini umumnya dipilih ketika kerusakan terjadi secara tiba-tiba, atau ketika biaya perawatan preventif dianggap kurang efisien dibandingkan biaya perbaikan langsung.

Dalam standar internasional manajemen aset, seperti ISO 14224 dan ISO 55000, corrective maintenance menjadi bagian integral dari strategi perawatan secara keseluruhan, khususnya untuk industri manufaktur, pertambangan, energi, otomotif, dan sektor lainnya yang sangat bergantung pada kinerja mesin dan peralatan.

Jenis-jenis Corrective Maintenance

Secara umum, corrective maintenance dapat dikategorikan menjadi dua jenis utama berdasarkan cara penerapannya dan tingkat perencanaan dalam proses perbaikan. Berikut penjelasannya:

1. Unplanned Corrective Maintenance (Unscheduled Maintenance)

Unplanned corrective maintenance adalah jenis perawatan korektif yang dilakukan secara mendadak tanpa adanya perencanaan sebelumnya. Jenis ini biasanya terjadi ketika suatu aset atau peralatan mengalami kerusakan secara tiba-tiba, sehingga diperlukan tindakan perbaikan segera untuk mencegah downtime yang lebih lama.

Ciri khas dari unplanned corrective maintenance antara lain:

  • Terjadi akibat kerusakan mendadak atau kegagalan fungsi tanpa gejala awal.
  • Memerlukan respon cepat dari tim teknisi.
  • Berpotensi menyebabkan gangguan operasional secara langsung.
  • Umumnya berdampak pada biaya perbaikan yang lebih tinggi akibat keterbatasan waktu dan sumber daya.

Contoh kasus unplanned corrective maintenance adalah mesin produksi yang tiba-tiba berhenti beroperasi karena kegagalan pada komponen inti, seperti motor listrik atau sistem hidrolik.

2. Planned Corrective Maintenance (Scheduled Maintenance)

Planned corrective maintenance merupakan tindakan perbaikan yang direncanakan sebelumnya meskipun kerusakan sudah diketahui atau terdeteksi. Dalam kondisi ini, peralatan masih dapat berfungsi sementara waktu, sehingga perbaikan bisa dijadwalkan agar tidak mengganggu proses produksi secara signifikan.

Karakteristik dari planned corrective maintenance antara lain:

  • Kerusakan telah teridentifikasi lebih awal.
  • Jadwal perbaikan ditentukan sesuai dengan waktu yang paling ideal.
  • Memungkinkan persiapan suku cadang, peralatan, dan sumber daya teknis lebih optimal.
  • Mengurangi risiko downtime mendadak.

Contoh penerapan planned corrective maintenance adalah penggantian suku cadang mesin yang mulai aus atau perbaikan sistem pendingin yang performanya menurun namun masih dapat beroperasi sementara. Dengan memahami kedua jenis corrective maintenance ini, perusahaan dapat menentukan strategi perbaikan yang paling sesuai dengan kondisi aset, tingkat risiko, dan kebutuhan operasional.

Proses atau Tahapan Corrective Maintenance

Dalam praktik industri modern, pelaksanaan corrective maintenance umumnya sudah terintegrasi dengan sistem manajemen aset atau Asset Management System (AMS), termasuk di dalamnya Computerized Maintenance Management System (CMMS). Kehadiran teknologi ini membantu perusahaan dalam mencatat, memonitor, dan mengelola seluruh proses perawatan aset secara lebih terstruktur dan efisien.

Berikut tahapan umum dalam corrective maintenance yang biasanya didukung oleh fitur-fitur dalam asset management system atau CMMS:

1. Identifikasi Masalah (Problem Identification)

  • Operator bisa langsung melaporkan kerusakan via sistem (desktop/mobile).
  • Sensor IoT atau monitoring system otomatis mendeteksi anomali performa aset.
  • Tiket kerusakan otomatis tercatat dalam sistem.

2. Diagnosis dan Analisis Penyebab (Root Cause Analysis)

  • Riwayat perawatan dan histori kerusakan aset bisa diakses cepat.
  • Sistem menyediakan data pendukung untuk analisis root cause.
  • Mempercepat proses troubleshooting.

3. Perencanaan dan Persiapan Perbaikan (Planning & Preparation)

  • Scheduling corrective maintenance terintegrasi kalender kerja teknisi.
  • Sistem menginformasikan kebutuhan spare part yang tersedia atau harus dipesan.
  • Estimasi downtime lebih akurat.

4. Pelaksanaan Perbaikan (Repair Execution)

  • SOP perbaikan terlampir dalam tiket kerja.
  • Progress pekerjaan bisa dipantau real-time.
  • Foto atau dokumentasi pekerjaan bisa langsung diunggah ke sistem.

5. Pengujian dan Validasi (Testing & Validation)

  • Checklist uji coba tersedia di sistem.
  • Hasil testing dan approval tercatat otomatis.
  • Status aset di-update: dari DownOperational.

6. Dokumentasi dan Pelaporan (Documentation & Reporting)

  • Laporan corrective maintenance otomatis dibuat.
  • Data downtime, biaya perbaikan, dan performa aset terekam lengkap.
  • Jadi bahan evaluasi dan preventive action ke depan.

Peran Asset Management System dalam Corrective Maintenance

Dalam era digitalisasi industri, penerapan corrective maintenance tidak lagi dilakukan secara manual atau konvensional. Sebagian besar perusahaan modern saat ini telah memanfaatkan Asset Management System (AMS) atau Computerized Maintenance Management System (CMMS) untuk mendukung pengelolaan dan pemeliharaan aset, termasuk dalam proses corrective maintenance.

Secara garis besar, berikut adalah peran penting Asset Management System dalam mendukung efektivitas dan efisiensi pelaksanaan corrective maintenance:

1. Mempercepat Deteksi dan Pelaporan Kerusakan

AMS memungkinkan setiap kerusakan aset dapat dilaporkan secara real-time oleh operator atau teknisi melalui sistem berbasis web maupun aplikasi mobile. Bahkan, pada aset tertentu, kerusakan dapat terdeteksi otomatis melalui sensor IoT yang terintegrasi, sehingga mempercepat respon perbaikan.

2. Menyediakan Data Riwayat Aset Secara Lengkap

Setiap aset yang terdaftar dalam AMS memiliki histori lengkap, mulai dari data spesifikasi, riwayat perawatan, hingga catatan kerusakan sebelumnya. Data ini sangat membantu dalam proses analisis penyebab kerusakan (root cause analysis) dan menentukan metode perbaikan yang paling sesuai.

3. Mengoptimalkan Perencanaan dan Alokasi Sumber Daya

Dengan adanya AMS, perusahaan dapat merencanakan jadwal perbaikan, mengatur prioritas pekerjaan, serta memastikan ketersediaan suku cadang atau spare part. Selain itu, sistem ini juga membantu dalam pengaturan tenaga kerja teknisi sesuai kebutuhan perbaikan.

4. Monitoring dan Kontrol Pelaksanaan Perbaikan

AMS menyediakan fitur untuk memonitor progres pekerjaan secara real-time, termasuk dokumentasi proses perbaikan berupa foto, catatan, hingga checklist SOP. Hal ini memastikan bahwa pekerjaan dilakukan sesuai standar dan prosedur yang telah ditetapkan.

5. Evaluasi dan Dokumentasi Hasil Perbaikan

Setiap corrective maintenance yang telah selesai akan terdokumentasi secara otomatis dalam AMS, lengkap dengan hasil pengujian, validasi, dan approval dari pihak terkait. Data ini menjadi referensi penting untuk evaluasi ke depan dan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam strategi perawatan aset.

Dengan peran tersebut, penerapan Asset Management System tidak hanya membantu mempercepat proses corrective maintenance, tetapi juga meningkatkan akurasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam manajemen aset perusahaan secara keseluruhan.

Manfaat Corrective Maintenance

Penerapan corrective maintenance secara tepat dan terencana memberikan berbagai manfaat strategis bagi operasional perusahaan, khususnya dalam pengelolaan aset dan pemeliharaan fasilitas produksi. Berikut adalah beberapa manfaat utama dari corrective maintenance:

1. Meminimalisir Risiko Kerusakan Berulang

Dengan corrective maintenance, perbaikan dilakukan tidak hanya untuk mengatasi kerusakan sesaat, tetapi juga berfokus pada identifikasi akar masalah (root cause). Hal ini membantu perusahaan mencegah terjadinya kerusakan serupa di kemudian hari.

2. Memperpanjang Usia Pakai Aset

Perbaikan yang dilakukan secara optimal dan sesuai standar dapat meningkatkan performa dan memperpanjang masa operasional aset, sehingga investasi perusahaan terhadap mesin atau peralatan menjadi lebih maksimal.

3. Meningkatkan Efisiensi Operasional

Corrective maintenance mendukung kelancaran proses produksi dengan memastikan peralatan yang bermasalah dapat segera ditangani dan kembali beroperasi. Hal ini membantu mengurangi potensi downtime yang berkepanjangan.

4. Mengoptimalkan Biaya Perawatan

Meskipun corrective maintenance sering dianggap sebagai tindakan reaktif, implementasi yang didukung dengan data dan sistem manajemen aset dapat membantu perusahaan menekan biaya perawatan tak terduga, dengan perbaikan yang lebih efektif dan terencana.

5. Mendukung Keselamatan Kerja

Aset atau peralatan yang rusak dapat meningkatkan risiko kecelakaan kerja. Corrective maintenance memastikan kondisi aset selalu dalam keadaan aman digunakan, sehingga mendukung terciptanya lingkungan kerja yang lebih aman dan minim risiko.

6. Menjadi Dasar Pengembangan Preventive & Predictive Maintenance

Data hasil corrective maintenance, termasuk penyebab kerusakan dan jenis perbaikan yang dilakukan, dapat dimanfaatkan perusahaan untuk merancang strategi preventive maintenance (perawatan pencegahan) maupun predictive maintenance (perawatan berbasis prediksi). Dengan demikian, corrective maintenance tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga berkontribusi pada pengembangan sistem pemeliharaan yang lebih proaktif di masa depan.

Tantangan dalam Corrective Maintenance

Meskipun corrective maintenance memiliki peran penting dalam menjaga kinerja aset, implementasinya di lapangan sering kali tidak terlepas dari berbagai tantangan. Beberapa tantangan ini perlu dipahami perusahaan agar dapat merancang strategi pemeliharaan yang lebih efektif dan minim risiko. Berikut beberapa tantangan utama dalam penerapan corrective maintenance:

1. Downtime Operasional yang Tidak Terduga

Corrective maintenance umumnya dilakukan setelah kerusakan terjadi. Kondisi ini dapat menyebabkan downtime mendadak yang berpotensi mengganggu kelancaran operasional, terutama jika aset yang rusak merupakan bagian vital dari proses produksi.

2. Ketersediaan Suku Cadang

Seringkali proses perbaikan terhambat karena keterlambatan pengadaan suku cadang atau spare part. Hal ini memperpanjang waktu perbaikan dan meningkatkan potensi kerugian akibat downtime.

3. Ketergantungan pada Tenaga Ahli

Beberapa kerusakan aset tertentu memerlukan penanganan dari teknisi spesialis atau vendor resmi. Jika ketersediaan tenaga ahli terbatas, maka proses corrective maintenance bisa memakan waktu lebih lama.

4. Biaya Perbaikan yang Tidak Terencana

Karena corrective maintenance bersifat reaktif, perusahaan berisiko mengeluarkan biaya besar secara mendadak, terutama jika kerusakan sudah dalam kondisi parah atau memerlukan penggantian komponen utama.

5. Dampak terhadap Keselamatan dan Lingkungan

Kerusakan mendadak pada aset produksi tidak hanya berisiko menimbulkan kecelakaan kerja, tetapi juga dapat berdampak terhadap lingkungan, terutama pada industri yang mengelola bahan kimia, limbah, atau energi.

6. Kurangnya Data dan Dokumentasi Perbaikan

Perusahaan yang belum mengimplementasikan sistem manajemen aset digital sering kali mengalami kesulitan dalam mendokumentasikan proses perbaikan. Akibatnya, riwayat kerusakan dan tindakan corrective maintenance tidak tercatat secara rapi, sehingga menyulitkan analisis untuk perbaikan jangka panjang.

Contoh Corrective Maintenance dalam Berbagai Industri

Corrective maintenance dapat diterapkan di hampir semua sektor industri, karena setiap perusahaan pasti memiliki aset atau peralatan kerja yang berpotensi mengalami kerusakan. Berikut adalah contoh implementasi corrective maintenance di berbagai jenis industri:

1. Industri Manufaktur

Di sektor manufaktur, corrective maintenance biasanya dilakukan pada mesin produksi yang mengalami kerusakan mendadak, seperti:

  • Penggantian motor listrik pada mesin produksi yang terbakar.
  • Penggantian belt conveyor yang putus secara tiba-tiba.
  • Perbaikan mesin CNC yang error saat proses produksi.

2. Industri Konstruksi

Dalam proyek konstruksi, corrective maintenance umumnya diterapkan pada alat berat atau peralatan proyek yang mengalami kerusakan, seperti:

  • Perbaikan hidrolik pada excavator yang bocor.
  • Penggantian ban crane yang pecah saat operasional.
  • Perbaikan genset proyek yang mendadak mati.

3. Industri Perhotelan dan Properti

Di industri hospitality, corrective maintenance sering dilakukan untuk menjaga kenyamanan tamu dan kelancaran operasional, contohnya:

  • Perbaikan AC kamar hotel yang tidak berfungsi.
  • Penggantian lampu atau instalasi listrik yang rusak.
  • Perbaikan lift atau eskalator yang mendadak berhenti.

4. Industri Kesehatan (Rumah Sakit)

Di rumah sakit, corrective maintenance memiliki urgensi tinggi karena menyangkut keselamatan pasien, seperti:

  • Perbaikan alat medis (USG, X-Ray, ventilator) yang error.
  • Perbaikan sistem HVAC ruang operasi yang rusak.
  • Penggantian sistem kelistrikan darurat yang tidak aktif.

5. Industri Transportasi & Logistik

Dalam industri ini, corrective maintenance dilakukan untuk memastikan armada dan fasilitas selalu siap digunakan, misalnya:

  • Perbaikan rem atau mesin pada kendaraan operasional.
  • Penggantian ban truk logistik yang pecah di perjalanan.
  • Perbaikan sistem loading dock di gudang yang bermasalah.

6. Industri Energi dan Utilitas

Di sektor ini, corrective maintenance diterapkan untuk mengatasi kerusakan pada infrastruktur penting, seperti:

  • Perbaikan panel listrik atau trafo yang mengalami gangguan.
  • Penggantian pipa pada sistem distribusi air atau gas.
  • Perbaikan turbin pembangkit listrik yang mengalami kerusakan.

Perbedaan Corrective Maintenance, Preventive Maintenance, dan Predictive Maintenance

Dalam strategi manajemen aset dan perawatan mesin, dikenal beberapa metode pemeliharaan dengan pendekatan dan tujuan yang berbeda, yaitu: corrective maintenance, preventive maintenance, dan predictive maintenance. Ketiga jenis maintenance ini memiliki karakteristik, kelebihan, dan kekurangan masing-masing, tergantung pada kebutuhan dan kondisi aset perusahaan. Berikut penjelasan dan perbandingannya:

Jenis MaintenancePengertianWaktu PelaksanaanTujuan UtamaKelebihanKekurangan
Corrective MaintenancePerawatan yang dilakukan setelah kerusakan terjadi.Setelah aset rusak atau gagal berfungsi.Memperbaiki dan kembalikan fungsi aset seperti semula.Cocok untuk aset non-kritis atau kerusakan ringan.Risiko downtime tinggi & biaya perbaikan bisa lebih besar.
Preventive MaintenancePerawatan berkala yang dilakukan secara rutin meski aset belum mengalami kerusakan.Sesuai jadwal atau interval tertentu.Mencegah kerusakan sebelum terjadi & perpanjang usia aset.Mengurangi risiko kerusakan mendadak.Membutuhkan jadwal, biaya, dan sumber daya khusus.
Predictive MaintenancePerawatan berbasis data dan kondisi real-time aset (condition-based maintenance).Saat sistem mendeteksi potensi kerusakan.Antisipasi kerusakan dengan prediksi berbasis sensor & data historis.Perawatan lebih efisien & tepat sasaran.Investasi awal untuk sensor dan teknologi cukup tinggi.

Ringkasan Perbedaan Utama:

  • Corrective Maintenance → Reaktif: perbaikan dilakukan setelah kerusakan.
  • Preventive Maintenance → Proaktif: perawatan rutin sebelum rusak.
  • Predictive Maintenance → Berbasis Prediksi: perawatan berdasarkan data kondisi real-time.

Implementasi Ideal

Praktik terbaik dalam manajemen aset modern adalah mengkombinasikan ketiga metode ini secara strategis:

  • Corrective Maintenance → untuk aset minor atau non-kritis.
  • Preventive Maintenance → untuk aset penting dengan risiko kerusakan tinggi.
  • Predictive Maintenance → untuk aset vital berbasis teknologi canggih.

Dengan kombinasi yang tepat, perusahaan dapat menciptakan sistem perawatan aset yang efisien, minim downtime, dan hemat biaya dalam jangka panjang.

Tips Mengoptimalkan Corrective Maintenance

Agar corrective maintenance dapat berjalan lebih efektif, efisien, dan tidak menimbulkan dampak negatif besar terhadap operasional, perusahaan perlu menerapkan beberapa strategi pengelolaan yang tepat. Berikut tips yang dapat diterapkan untuk mengoptimalkan proses corrective maintenance:

1. Identifikasi Aset Kritis dan Prioritas Perbaikan

Tidak semua aset memiliki tingkat urgensi yang sama saat mengalami kerusakan. Oleh karena itu, penting untuk:

  • Menyusun standar operating procedure (SOP) penanganan tiap aset.
  • Mengelompokkan aset berdasarkan tingkat kritikalitasnya.
  • Menentukan prioritas penanganan kerusakan.

2. Lengkapi Data Riwayat Perawatan Aset

Mencatat semua riwayat kerusakan, jenis perbaikan, biaya, dan durasi downtime sangat membantu dalam analisis penyebab kerusakan dan perencanaan tindakan preventif di masa mendatang.

3. Manfaatkan Fitur Asset Management pada Software ERP

Penggunaan software ERP modern yang memiliki modul asset management dapat mempermudah pengelolaan corrective maintenance, seperti:

  • Mencatat seluruh histori maintenance aset secara otomatis.
  • Memantau status kondisi aset secara real-time.
  • Mengatur jadwal preventive maintenance untuk aset-aset tertentu.
  • Mengelola inventory spare part untuk mendukung proses perbaikan lebih cepat.
  • Melakukan tracking biaya perbaikan secara detail.

4. Percepat Respons Tim Maintenance

Perusahaan perlu memastikan bahwa tim maintenance memiliki akses cepat terhadap informasi:

  • Lokasi aset bermasalah.
  • Detail spesifikasi mesin atau peralatan.
  • Riwayat perawatan sebelumnya. Software ERP atau aplikasi maintenance berbasis mobile dapat mendukung percepatan komunikasi antar tim teknis.

5. Jaga Ketersediaan Spare Part

Pastikan stock spare part untuk aset-aset kritis selalu tersedia. Fitur inventory management system dalam ERP juga membantu mengontrol stok, memantau pemakaian, dan memicu notifikasi otomatis ketika stok menipis.

6. Evaluasi dan Analisis Kerusakan Secara Berkala

Setelah corrective maintenance dilakukan, jangan lupa melakukan evaluasi, seperti:

  • Apa penyebab utama kerusakan?
  • Apakah kerusakan tersebut bisa dicegah di masa depan?
  • Perlukah dilakukan preventive atau predictive maintenance ke depannya?

Kesimpulan

Corrective maintenance merupakan salah satu strategi penting dalam manajemen perawatan aset, khususnya untuk menangani kerusakan yang terjadi secara tiba-tiba atau di luar perencanaan. Jika dikelola dengan tepat, corrective maintenance tidak hanya mampu memulihkan kondisi aset ke performa optimal, tetapi juga membantu perusahaan meminimalisir potensi kerugian akibat downtime berkepanjangan.

Namun, mengelola corrective maintenance secara manual tentu memiliki banyak tantangan, mulai dari pencatatan riwayat perbaikan yang tidak rapi, keterlambatan penanganan kerusakan, hingga kendala dalam pengelolaan spare part. Karena itu, penggunaan teknologi seperti software ERP dan asset management system menjadi solusi strategis untuk membantu perusahaan dalam mengelola corrective maintenance secara lebih terstruktur dan efisien.

Software ERP seperti SAP Business One dan Acumatica dari Think Tank Solusindo telah dilengkapi dengan fitur-fitur yang mendukung pengelolaan aset dan maintenance secara komprehensif. Mulai dari pencatatan riwayat perawatan, manajemen inventory spare part, hingga pengaturan jadwal maintenance dan pelaporan real-time, semua dapat dikelola dalam satu sistem terintegrasi.

Jika perusahaan Anda ingin merasakan langsung bagaimana software ERP dapat membantu proses corrective maintenance dan pengelolaan aset secara lebih optimal, Anda bisa mencoba demo gratis software SAP Business One atau Acumatica dari Think Tank Solusindo.

📩 Hubungi Kami Sekarang!
📱 WhatsApp: +62 857-1434-5189
📧 Email: info@8thinktank.com
🆓 Coba Demo Gratis: Klik di sini

https://8thinktank.com
Kami mulai dari beberapa orang yang memiliki semangat dalam membangun perangkat lunak, kemudian kami berkembang menjadi tim yang berfokus pada implementasi perangkat lunak di perusahaan konsultan TI, di mana kami berfokus membantu pelanggan kami mengimplementasikan solusi perangkat lunak terbaik di pasar untuk membantu bisnis mereka mencapai tujuan mereka.