build to order

Build to Order: Menjawab Tantangan Produksi di Era Permintaan Dinamis

Pak Hadi berdiri di depan gudangnya yang penuh sesak. Rak-rak tinggi menjulang, dipenuhi produk jadi yang tak kunjung terjual. Ia menghela napas panjang. Dua bulan lalu, ia begitu yakin bahwa permintaan akan melonjak menjelang musim panen. Produksi pun digenjot habis-habisan. Namun nyatanya, pasar berubah arah. Produk yang menumpuk kini menjadi beban, bukan keuntungan.

Setiap hari, biaya penyimpanan terus membengkak. Sebagian barang mulai menunjukkan tanda-tanda usang. “Kalau begini terus, bisa-bisa modal habis untuk menyimpan barang yang bahkan belum tentu laku,” keluhnya kepada tim produksi. Pak Hadi mulai menyadari satu hal penting: menebak-nebak permintaan bukan strategi yang bisa terus diandalkan.

Di tengah kebingungan itu, seorang kolega menyarankan pendekatan produksi yang berbeda: Build to Order. “Daripada menumpuk barang di gudang, kenapa nggak bikin produk hanya saat ada pesanan masuk?” saran itu terdengar sederhana, tapi mengusik logika lama yang selama ini ia pegang teguh.

Apa sebenarnya Build to Order? Dan mengapa semakin banyak bisnis manufaktur mulai meninggalkan model produksi massal menuju pendekatan yang lebih adaptif ini?

Memahami Konsep Build to Order (BTO)

Build to Order (BTO) adalah pendekatan produksi di mana barang baru diproduksi hanya setelah ada pesanan dari pelanggan. Artinya, tidak ada produk jadi yang menumpuk di gudang sebelum ada kepastian permintaan. Model ini sangat kontras dengan pendekatan tradisional seperti Build to Stock (BTS), di mana perusahaan memproduksi barang dalam jumlah besar berdasarkan prediksi permintaan, lalu menyimpannya hingga ada pembeli.

Konsep BTO menjadi semakin relevan di tengah dinamika pasar yang cepat berubah. Seiring konsumen semakin menuntut produk yang lebih personal, fleksibel, dan cepat, pendekatan ini memungkinkan perusahaan untuk lebih responsif tanpa terjebak pada risiko overproduksi. BTO membantu perusahaan menghemat biaya penyimpanan dan mengurangi risiko penumpukan barang yang tak laku.

Perbedaan utama antara BTO dan BTS bukan hanya soal waktu produksi, tapi juga filosofi bisnisnya. Pada model BTS, perusahaan berjudi dengan estimasi. Sementara itu, BTO berjalan berdasarkan kepastian. Skema ini ideal bagi bisnis yang menangani produk kustom, produk bernilai tinggi, atau pasar dengan variabilitas permintaan tinggi seperti industri otomotif, elektronik, atau furnitur.

Namun, BTO bukan tanpa tantangan. Dibutuhkan sistem produksi yang gesit, integrasi informasi yang kuat, dan koordinasi yang baik antara lini pemasaran, produksi, hingga pengiriman. Tapi bagi banyak pebisnis seperti Pak Hadi, BTO menjadi solusi yang logis untuk menghindari mimpi buruk: gudang penuh, cashflow macet.

Studi Kasus: Transformasi Bisnis dengan BTO

Pak Hadi tidak langsung mengubah seluruh sistem produksinya. Ia mulai dari lini produk premium—kursi ergonomis khusus pesanan kantor—yang memang jarang dipesan dalam jumlah besar. “Kita coba dulu di sini. Kalau berhasil, baru diperluas,” ujarnya pada timnya.

Langkah pertama adalah menyinkronkan sistem pemesanan dengan lini produksi. Begitu pesanan masuk, data langsung dikirim ke tim produksi, dan proses dimulai tanpa jeda. Waktu produksi memang sedikit lebih lama dibandingkan produk stok, tapi pelanggan puas karena bisa memilih bahan, warna, dan desain yang sesuai kebutuhan mereka.

Hasilnya mengejutkan. Dalam waktu tiga bulan, biaya penyimpanan untuk produk tersebut turun hingga 70%. Tidak ada lagi barang yang disimpan terlalu lama. Yang lebih mengejutkan: kepuasan pelanggan naik drastis. Mereka merasa mendapatkan produk yang “dibuat khusus” untuk mereka. Dan dari sisi bisnis, margin keuntungan naik karena tidak ada barang yang terbuang.

Cerita sukses ini membuat Pak Hadi percaya diri untuk memperluas penerapan BTO ke lini produk lainnya. Ia juga mulai menggunakan sistem ERP untuk mempercepat alur informasi dari pemesanan ke produksi dan logistik. Sistem ini memungkinkan timnya bekerja lebih terkoordinasi, walau alur kerja jadi lebih kompleks.

Transisi ini tidak terjadi dalam semalam. Ada tantangan, tentu saja. Tapi bagi Pak Hadi, hasilnya sepadan: lebih sedikit risiko, arus kas lebih sehat, dan pelanggan lebih loyal.

Tantangan dalam Implementasi BTO

Meskipun hasil awalnya memuaskan, Pak Hadi menyadari bahwa Build to Order bukanlah sistem yang bisa dijalankan secara spontan. “Kalau tidak siap, BTO bisa jadi bumerang,” ujarnya saat rapat dengan tim produksi. Salah satu tantangan terbesarnya adalah kemampuan memenuhi pesanan dalam waktu yang ketat. Karena produksi baru dimulai setelah ada pesanan, setiap keterlambatan—baik dari pemasok bahan baku atau lini produksi—langsung berdampak pada kepuasan pelanggan.

Selain itu, model BTO sangat bergantung pada kecepatan dan akurasi alur informasi. Jika ada kesalahan dalam pencatatan spesifikasi pesanan atau jadwal produksi yang tidak sinkron, hasil akhirnya bisa melenceng jauh dari ekspektasi pelanggan. Di sinilah pentingnya memiliki sistem digital yang terintegrasi, seperti software ERP, yang dapat menjembatani komunikasi antar divisi secara real-time.

Di sisi sumber daya manusia, tantangan lainnya adalah menyiapkan tim yang fleksibel dan adaptif. Tim produksi tidak bisa lagi bekerja dalam pola berulang seperti di model Build to Stock. Mereka harus siap menghadapi variasi produk dan jadwal kerja yang dinamis. Ini menuntut pelatihan ulang dan pola manajemen yang lebih cair.

Tak kalah penting adalah perencanaan kapasitas produksi. Tanpa prediksi stok, perusahaan harus jeli membaca tren permintaan dan menyiapkan kapasitas cadangan. Jika pesanan melonjak tiba-tiba dan kapasitas tidak mencukupi, risiko kehilangan pelanggan pun membayangi.

Namun, seperti yang dialami Pak Hadi, tantangan-tantangan ini bukanlah penghalang, melainkan bagian dari proses evolusi. Dengan pendekatan yang sistematis, teknologi yang tepat, dan budaya kerja yang mendukung, BTO bisa menjadi keunggulan kompetitif yang sulit ditiru.

Strategi Sukses Menerapkan BTO

Setelah melewati berbagai rintangan, Pak Hadi menyadari bahwa keberhasilan BTO tidak hanya soal mengubah cara produksi—melainkan tentang membangun sistem yang adaptif dan terintegrasi. Ia pun mulai menerapkan beberapa strategi kunci yang menjadi fondasi kesuksesan transisi bisnisnya.

1. Sinkronisasi antar divisi
Pak Hadi memastikan adanya komunikasi yang erat antara tim penjualan, produksi, dan logistik. Setiap pesanan yang masuk harus langsung diterjemahkan ke dalam rencana kerja pabrik. Ia juga membentuk tim koordinasi lintas divisi yang bertugas memantau progres tiap pesanan, memastikan tidak ada informasi yang terputus di tengah jalan.

2. Pemanfaatan teknologi digital
Langkah selanjutnya adalah mengadopsi sistem ERP (Enterprise Resource Planning) untuk mengotomatisasi proses mulai dari pencatatan pesanan, pengecekan stok bahan baku, hingga penjadwalan produksi. Dengan data yang real-time, tim dapat merespons perubahan dengan cepat dan akurat. Sistem ini juga membantu menganalisis tren pemesanan untuk proyeksi kapasitas produksi jangka pendek.

3. Fleksibilitas di lini produksi
BTO menuntut kemampuan adaptasi tinggi di area produksi. Untuk itu, Pak Hadi melakukan pelatihan ulang pada timnya, memperkenalkan konsep cellular manufacturing agar produksi bisa diatur ulang sesuai variasi pesanan. Tim juga dibekali dengan SOP baru agar proses tetap konsisten meskipun produknya bervariasi.

4. Pengelolaan pemasok yang strategis
Karena BTO sangat bergantung pada ketersediaan bahan baku tepat waktu, Pak Hadi menjalin hubungan jangka panjang dengan pemasok utama dan membuat perjanjian SLA (Service Level Agreement). Bahkan untuk beberapa bahan kritis, ia bekerja sama dengan pemasok lokal agar lead time bisa ditekan serendah mungkin.

5. Edukasi pelanggan
Terakhir, ia juga berinvestasi dalam membangun komunikasi dengan pelanggan. Waktu tunggu produksi dijelaskan sejak awal, tapi dengan imbal balik berupa produk yang lebih sesuai kebutuhan mereka. Hasilnya? Pelanggan tidak hanya menerima, tapi juga menghargai personalisasi yang mereka dapatkan.

Dengan strategi ini, Pak Hadi tidak hanya menjalankan BTO, tapi menjadikannya sebagai nilai jual utama perusahaannya—produk yang benar-benar dibuat untuk Anda, bukan untuk gudang.

Kesimpulan: Menjadi Pemain Adaptif di Pasar yang Dinamis

Kini, gudang Pak Hadi tak lagi dipenuhi barang tak laku. Ruang yang dulu penuh dengan produk jadi, kini dialihfungsikan sebagai area kerja tambahan dan tempat pengemasan. Lebih penting lagi, arus kas perusahaannya jauh lebih sehat, karena modal tidak tertahan dalam bentuk stok yang menganggur. “Dulu kita menebak-nebak pasar, sekarang kita bergerak mengikuti permintaan nyata,” ujarnya sambil tersenyum.

Perjalanan menuju Build to Order bukan tanpa tantangan, namun hasilnya sepadan. Di tengah dunia usaha yang makin kompetitif dan pasar yang tidak lagi bisa diprediksi secara linear, fleksibilitas dan responsivitas menjadi kunci. BTO menjawab dua tantangan sekaligus: efisiensi internal dan kepuasan pelanggan.

Bagi para pebisnis dan praktisi industri, inilah saatnya untuk mengevaluasi ulang model produksi yang dijalankan. Apakah masih relevan dengan dinamika pasar saat ini? Ataukah justru menjadi beban yang memperlambat laju pertumbuhan?

Build to Order bukan hanya soal “memproduksi ketika ada pesanan”, tetapi juga tentang membangun budaya kerja yang adaptif, terkoordinasi, dan berorientasi pada pelanggan. Dan seperti yang dialami Pak Hadi, keberanian untuk berubah bisa menjadi titik balik menuju masa depan bisnis yang lebih efisien dan berkelanjutan.

💡 Siap Tinggalkan Model Produksi Lama?

Uji coba pendekatan Build to Order di perusahaan Anda bisa dimulai hari ini. Tim Think Tank Solusindo siap membantu Anda menerapkan sistem ERP seperti SAP Business One dan Acumatica yang mendukung proses produksi sesuai pesanan, mulai dari pengelolaan pesanan hingga integrasi dengan supply chain.

📞 Hubungi konsultan kami dan jadwalkan demo gratis hari ini!

🚀 Coba Demo Gratis Sekarang!

https://8thinktank.com
Kami mulai dari beberapa orang yang memiliki semangat dalam membangun perangkat lunak, kemudian kami berkembang menjadi tim yang berfokus pada implementasi perangkat lunak di perusahaan konsultan TI, di mana kami berfokus membantu pelanggan kami mengimplementasikan solusi perangkat lunak terbaik di pasar untuk membantu bisnis mereka mencapai tujuan mereka.